Kesalahan-Kesalahan Di Bulan Ramadhan
بِسْÙ…ِ اللَّÙ‡ِ الرَّØْمنِ الرَّØِÙŠْÙ…ِ
Assalamu’alaykum
Warohmatullaahi Wabarokatuh…
Bagaimana
kabar keimanan kita hari ini wahai Saudaraku, semoga masih senantiasa dikaruniakan
keistiqomahan oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Baiklah, karena sekarang ini kita memasuki
Bulan Ramadhan yang penuh dengan berkah. Berikut ini adalah beberapa kesalahan
yang dilakukan dibulan Ramadhan yang tersebar luas ditengah-tengah kamu
muslimin:
1. Mengkhususkan
Ziarah Kubur Menjelang Ramadhan
Tidaklah tepat keyakina n
bahwa keyakinan menjelang bulan Ramadhan adalah waktu utama untuk ziarah kubur
orang tuan atau kerabat (biasa dikenal dengan “nyadran” atau “nyekar”). Kita boleh
setiap saat melakukan ziarah kubur agar hati kita semakin lembut karena
mengingat kematian. Namun masalahnua adalah jika seseorang mengkhususkan ziarah
kubur pada wwaktu tertentu dan meyakini bahwa menjelang Ramadhan adalah waktu utama untuk nyadran /
nyekar. Ini sungguh suatu kekeliruan karena tidak ada dasar dari ajaran Islam
yang menuntunkan hal ini.
2. Padusan,
Mandi Besar, atau Keramasan Menyambut Ramadhan
Tidaklah tepat amalan sebagian orang yang menyambut bulan Ramadhan dengan mandi besar atau keramasan terlebih dahulu. Amalan seperti ini juga tidak ada tuntunannya sama sekali dari Nabi Shalallahu ‘alayhi wa sallam. Lebih parahnya lagi mandi semacam ini (yang dikenal dengan “padusan”) ada juga yang melakukan campur baur laki-laki dengan perempuan dalam satu tempat pemandian. Ini sungguh merupakan kesalahan yang besar karena tidak mengindahkan aturan Islam. Bagaimana mungkin Ramadhan disambut dengan perbuatan yang bisa mendatangkan murka Allaah?!
Tidaklah tepat amalan sebagian orang yang menyambut bulan Ramadhan dengan mandi besar atau keramasan terlebih dahulu. Amalan seperti ini juga tidak ada tuntunannya sama sekali dari Nabi Shalallahu ‘alayhi wa sallam. Lebih parahnya lagi mandi semacam ini (yang dikenal dengan “padusan”) ada juga yang melakukan campur baur laki-laki dengan perempuan dalam satu tempat pemandian. Ini sungguh merupakan kesalahan yang besar karena tidak mengindahkan aturan Islam. Bagaimana mungkin Ramadhan disambut dengan perbuatan yang bisa mendatangkan murka Allaah?!
3. Mendahului
Ramadhan Dengan Berpuasa Satu Atau Duahari Sebelumnya
Rasulullah Shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda , yang artinya :
“Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya, kecuali bagi seseorang yang terbiasa mengerjakan puasa pada hari tersebut maka puasalah.” (H.R. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih wa Dho’if Sunan Nasa’i)
Pada hari tersebut juga dilarang untuk berpuasa karena hari tersebut adalah hari yang meragukan. Dan Nabi Shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, yang artinya :
“Barangsiapa berpuasa pada hari yang diragukan maka dia telah mendurhakai Abul Qasim(yaitu Rasulullaah Shalallaahu ‘alayhi wa sallam, pen).” (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi, dikatakan Shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Wa Dho’if Sunan Tirmidzi)
Rasulullah Shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda , yang artinya :
“Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya, kecuali bagi seseorang yang terbiasa mengerjakan puasa pada hari tersebut maka puasalah.” (H.R. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih wa Dho’if Sunan Nasa’i)
Pada hari tersebut juga dilarang untuk berpuasa karena hari tersebut adalah hari yang meragukan. Dan Nabi Shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, yang artinya :
“Barangsiapa berpuasa pada hari yang diragukan maka dia telah mendurhakai Abul Qasim(yaitu Rasulullaah Shalallaahu ‘alayhi wa sallam, pen).” (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi, dikatakan Shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Wa Dho’if Sunan Tirmidzi)
4. Melafazkan
Niat “Nawaitu Shouma Ghodin…”
Sebenarnya tidak ada tuntunan sama sekali untuk melafazkan niat semacam ini karena tidak adanya dasar dari perintah atau perbuatan Nabi Shalallaahu ‘alayhi wa sallam, begitu pula dari para shahabat. Letak niat sebenarnya dari hati dan bukan dilisan. An Nawawi rahimahumullah –ulama besar dalam madzhab Syafi’i – mengatakan,
“Tidaklah sah puasa seseorang kecuali dengan niat. Letak niat adalah dalam hati , tidak disyariatkan untuk diucapkan dan pendapat ini tidak terdapat perselisishan diantara para ulama.” (Rowdatuth Tholibin, I/268, Mawqi’ul Waroq-Maktabah Syamilah)
Sebenarnya tidak ada tuntunan sama sekali untuk melafazkan niat semacam ini karena tidak adanya dasar dari perintah atau perbuatan Nabi Shalallaahu ‘alayhi wa sallam, begitu pula dari para shahabat. Letak niat sebenarnya dari hati dan bukan dilisan. An Nawawi rahimahumullah –ulama besar dalam madzhab Syafi’i – mengatakan,
“Tidaklah sah puasa seseorang kecuali dengan niat. Letak niat adalah dalam hati , tidak disyariatkan untuk diucapkan dan pendapat ini tidak terdapat perselisishan diantara para ulama.” (Rowdatuth Tholibin, I/268, Mawqi’ul Waroq-Maktabah Syamilah)
5. Membangunkan
“Sahur… Sahur…”
Sebenarnya Islam sudah memiliki tatacara senidiri untuk menunjukkan waktu bolehnya makan dan minum yaitu dengan adzan pertama sebelum adzan subuh. Sedangkan adzan kedua ketika adzan subuh adalah untuk menunjukkan diharamkannya makan dan minum. Begitulah cara kaum muslimin bahwa masih diperbolehkan makan dan minum dan memberitahukan berakhirnya waktu sahur. Sehingga tidak tepat jika membangunkan kaum muslimin dengan meneriakkan “Sahur… Sahur…” baik melalui speaker ataupun dating ke rumah-rumah seperti mengetuk pintu. Cara membangunkan seperti ini sungguh tidak ada tuntunannya dari Nabi Shalallaahu ‘alayhi wa sallam, juga tidak pernah dilakukkan oleh generasi terbaik ummat ini. Jadi, hendaklah yang dilakukan adalah melaksanakan dua kali adzan. Adzan pertama untuk menunjukkan masih dibolehkannya makan dan minum. Adzan kedua untuk menunjukkan diharamkannya makan dan minum sekaligus menandakan telah tiba waktu Sholat Subuh. Ibnu Mas’ud Radhiyallaahu ‘anhu memiliki nasehat yang indah, “Ikutilah (petunjuk Nabi Shalallahu ‘alayhi wa sallam, pen), janganlah membuat bid’ah. Karena (sunnah) itu sudah cukup bagi kalian.” (Lihat pembahasan at Tashiir di Al Bida’ Al Hawliyah, hal. 334-336)
Sumber : "Ramadhan di Hati" - Forum Silaturahmi Mahasiswa as-Sunnah Surabaya
Sebenarnya Islam sudah memiliki tatacara senidiri untuk menunjukkan waktu bolehnya makan dan minum yaitu dengan adzan pertama sebelum adzan subuh. Sedangkan adzan kedua ketika adzan subuh adalah untuk menunjukkan diharamkannya makan dan minum. Begitulah cara kaum muslimin bahwa masih diperbolehkan makan dan minum dan memberitahukan berakhirnya waktu sahur. Sehingga tidak tepat jika membangunkan kaum muslimin dengan meneriakkan “Sahur… Sahur…” baik melalui speaker ataupun dating ke rumah-rumah seperti mengetuk pintu. Cara membangunkan seperti ini sungguh tidak ada tuntunannya dari Nabi Shalallaahu ‘alayhi wa sallam, juga tidak pernah dilakukkan oleh generasi terbaik ummat ini. Jadi, hendaklah yang dilakukan adalah melaksanakan dua kali adzan. Adzan pertama untuk menunjukkan masih dibolehkannya makan dan minum. Adzan kedua untuk menunjukkan diharamkannya makan dan minum sekaligus menandakan telah tiba waktu Sholat Subuh. Ibnu Mas’ud Radhiyallaahu ‘anhu memiliki nasehat yang indah, “Ikutilah (petunjuk Nabi Shalallahu ‘alayhi wa sallam, pen), janganlah membuat bid’ah. Karena (sunnah) itu sudah cukup bagi kalian.” (Lihat pembahasan at Tashiir di Al Bida’ Al Hawliyah, hal. 334-336)
Sumber : "Ramadhan di Hati" - Forum Silaturahmi Mahasiswa as-Sunnah Surabaya
<InsyaAllah, Bersambung…>
.
.
^_^)#Semoga bermanfa’at
Komentar
Posting Komentar